Alasan Kenapa Orang Cepu Tidak Boleh Mendaki Gunung Lawu
Note: Artikel ini mengandung cerita, jadi silakan baca sampai selesai untuk mengetahui alur mengapa orang cepu (anak keturunan adipati cepu) tidak boleh mendaki gunung lawu.
SerbaGratis95.site - Selama ini, Gunung Lawu dikenal sebagai pusat kegiatan spiritual di tanah Jawa dan memiliki hubungan dengan tradisi serta budaya Keraton.
Selain menjadi tempat yang dicari oleh para pelaku spiritual, Gunung Lawu juga sangat populer di kalangan pendaki gunung.
Gunung ini terkenal angker dan menyimpan banyak misteri, sehingga memiliki mitos sebagai tempat sakral di tanah Jawa.
Hal ini tidak lepas dari adanya beberapa peninggalan sejarah yang masih terlihat di sekitar lerengnya, termasuk tempat moksa Prabu Brawijaya V.
Prabu Brawijaya V sangat erat kaitannya dengan Gunung Lawu, dan hal ini membuat kisah Gunung Lawu sangat menarik untuk ditelusuri.
Alasan Kenapa Orang Cepu Tidak Boleh Mendaki Gunung Lawu
Secara administratif, Gunung Lawu berada di antara tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Karanganyar, Ngawi, dan Magetan.
Gunung ini juga menjadi batas antara Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gunung Lawu masuk dalam jajaran 10 gunung tertinggi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta termasuk dalam Seven Summits of Java.
Sebagai pusat kegiatan spiritual, Gunung Lawu memiliki beberapa hal yang unik. Mulai dari peninggalan sejarah, kisah Prabu Brawijaya V, mitos, dan misteri yang selalu menjadi cerita turun-temurun di masyarakat sekitarnya maupun pendaki gunung.
Salah satu hal yang menarik yang ada di gunung lawu adalah pelarian Prabu Brawijaya V.
Pada masa akhir Kerajaan Majapahit, kerajaan mengalami pasang surut dalam pemerintahan Prabu Brawijaya V.
Putra Prabu Brawijaya V yang bernama Raden Patah mendirikan Kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Demak yang menjadi kerajaan besar di Jawa.
Prabu Brawijaya V gagal membujuk Raden Patah untuk kembali ke kerajaannya dan menolak kalau Kerajaan Demak menjadi bawahan Kerajaan Majapahit.
Akibat pemberontakan anaknya sendiri, Prabu Brawijaya V memutuskan untuk pindah ke Kerajaan Demak.
Raden Patah berusaha mengajak ayahnya untuk memeluk agama Islam, tetapi Prabu Brawijaya V menolak ajakan tersebut.
Untuk menghindari perang dengan anaknya sendiri, Prabu Brawijaya V memilih untuk melarikan diri bersama pengikutnya ke Karanganyar.
Di sekitar Gunung Lawu, terdapat beberapa peninggalan Prabu Brawijaya V. Salah satunya adalah Candi Sukuh yang terletak di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kabupaten Karanganyar.
Di tempat ini, Prabu Brawijaya V dan pengikutnya membangun Candi Sukuh dan tetap memeluk agama Hindu.
Namun, saat pasukan Demak mengejar Prabu Brawijaya V, ia melarikan diri ke arah timur dan membangun Candi Ceto di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar.
Di tempat ini, Prabu Brawijaya V membangun Candi Ceto saat ia dikejar oleh pasukan dari Cepu yang dipimpin oleh Adipati Cepu yang memiliki dendam terhadapnya.
Setelah itu, Prabu Brawijaya V melarikan diri ke lereng Gunung Lawu, di tempat yang disebut Bulat Peperangan. Konon, di lokasi ini terjadi pertempuran antara pengikut Prabu Brawijaya dan pasukan yang mengejarnya.
Dalam persembunyiannya di puncak Gunung Lawu, Prabu Brawijaya V mengeluarkan sumpah kepada Adipati Cepu.
Sumpah tersebut berbunyi,
"Sawijining ono anggone uwong Cepu utawi turunane Adipati Cepu, pinarak sajroning Gunung Lawu bakale kengen nasib ciloko lan agawe bisa lungo ing Gunung Lawu."
Artinya: "Jika ada orang dari daerah Cepu atau keturunan langsung Adipati Cepu naik Gunung Lawu, maka nasibnya akan celaka atau mati di Gunung Lawu”.
Sampai sekarang, sumpah tersebut masih diikuti oleh orang-orang Cepu, terutama keturunan Adipati Cepu.
Selama menjalani pertapaan di puncak Gunung Lawu, Prabu Brawijaya V ditemani oleh Abdi Dalem setianya, yaitu Sabda Palon dan Naya Genggong.
Di sekitar puncak Gunung Lawu, terdapat beberapa tempat yang pernah digunakan oleh Prabu Brawijaya. Salah satunya adalah Sendang Derajat, sebuah mata air yang dulunya digunakan sebagai tempat pemandian Prabu Brawijaya V.
Air dari mata air ini dipercaya memiliki khasiat penyembuhan berbagai macam penyakit. Selain itu, ada juga Sendang Panguripan, yang airnya juga pernah dimanfaatkan oleh Prabu Brawijaya dan dipercaya memiliki kekuatan magis.
Terakhir, ada Sumur Jalatunda, sebuah gua vertikal dengan kedalaman lima meter yang dipercaya sebagai tempat Prabu Brawijaya V menerima wangsit selama berada di Gunung Lawu.
Raden Patah, yang belum kehabisan akal, mengutus penasihat Keraton Demak, yaitu Sunan Kalijaga, untuk memberikan pencerahan mengenai agama Islam kepada ayahnya. Sunan Kalijaga pergi ke tempat pesangrahan Prabu Brawijaya di Gunung Lawu.
Sunan Kalijaga berhasil memberikan pencerahan kepada Prabu Brawijaya yang akhirnya bersedia masuk Islam.
Masuknya Islam oleh Prabu Brawijaya 5 menyebabkan kemarahan Sabda Palon dan Naya Genggong, yang tidak dapat berbuat banyak di hadapan Sunan Kalijaga.
Akhirnya, mereka pergi meninggalkan Prabu Brawijaya 5 dan bersumpah akan kembali ke tanah Jawa 500 tahun lagi.
Setelah itu, Prabu Brawijaya menjalani Tapa Brata hingga akhirnya mencapai moksa di salah satu puncak Gunung Lawu, yaitu Puncak Hargo Dalem. Sedangkan Puncak Hargo Dumiling dipercaya menjadi tempat moksa Sabda Palon.
Kisah Gunung Lawu dan Prabu Brawijaya 5 ini menjadi bagian dari sejarah dan mitos yang terus diceritakan turun-temurun di masyarakat sekitarnya maupun oleh para pendaki gunung.
Gunung Lawu memang memiliki daya tarik spiritual dan keindahan alam yang membuatnya menjadi tempat yang menarik untuk ditelusuri dan dijelajahi.
Demikianlah informasi yang dapat kami bagikan terkai dengan alasan kenapa orang cepu tidak boleh mendaki gunung lawu. Semoga sedikit informasi diatas bermanfaat untuk para pembaca. Sekian dan semoga bermanfaat.
Posting Komentar
Komentar dengan menyertakan atau promosi produk tertentu akan Kami hapus. Sebab, blog ini bukan tempat untuk mempromosikan barang yang Kamu jual. Salam santun Blogger Indonesia